Sebagai negara dengan pertumbuhan brand tercepat dan terbanyak di Asia Tenggara, tidak heran tercatat ada sekitar 1.200 brand baru tiap tahun muncul di Indonesia.
Arto Biantoro, Founder Gambaran Brand sekaligus penggiat Brand Lokal Indonesia, menjelaskan bahwa kekuatan daya saing yang berkelanjutan sudah sangat langka, “kekuatannya bukan lagi di produk atau keunikan, melainkan di brand yang susah ditembus,” tambahnya.
Dikemas dalam buku terbarunya yang berjudul “Namanya Apa? : Memahami Kekuatan Merk dan Cara Menggunakannya,” Arto menyikapi ketatnya persaingan sekarang justru mendorong untuk lebih cerdas dalam melihat peluang.
Dalam kuliah umum “A Special Lecture on Branding Strategies: What is in a Name?” yang diselenggarakan Lembaga Pengembangan Mahasiswa dan Alumni (LPMA) dan Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan (LP3) Soegijapranata Catholic University (SCU) atau lebih dikenal dengan Unika Soegijapranata, Arto berkesempatan untuk memberikan jawaban tentang pentingnya pengetahuan tentang branding.
Kuliah umum ini diselenggarakan pada Selasa, 27 Juni di Gedung Thomas Aquinas, Kampus 1 SCU, Bendan.
Bekerja sama dengan GambaranBrand, kegiatan ini juga merupakan salah satu penerapan Soegijapranata Learning Model (SLM) ala SCU.
“Dalam design SLM itu, ada sesi atau meeting (belajar) dengan alumni atau dengan pakar atau praktisi,” jelas Dr. Heny Hartono, S.S., M.Pd., selaku Kepala LP3.
Beliau menambahkan kegiatan ini juga memberikan kesempatan bagi para mahasiswa dari berbagai program studi untuk belajar bersama, “jadi tidak teori saja dari dosennya, tapi juga dari praktisi,” tambahnya.
Selain mahasiswa SCU, kegiatan ini juga diikuti oleh para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Dr. R. Probo Yulianto Nugrahedi, S.TP., M.Sc., selaku Wakil Rektor Kerjasama dan Pengembangan Bisnis SCU, menegaskan pentingnya pengetahuan tentang branding dalam meningkatkan serta mengembangkan value atau nilai diri.
“Bukan hanya disematkan di UMKM dan bisnis, tapi temen-temen semua adalah brand. Apalah arti nama kalau tidak punya value yang dikembangkan,” jelasnya.
Arto berharap kegiatan ini dapat mengubah anggapan tentang brand sebagai alat kapitalisme, melainkan juga merupakan alat untuk menggerakkan keinginan untuk lebih bermanfaat dalam kebaikan.
“Kita akan jadi bangsa produsen kalo kita ga mengembangkan brand, karena sebenernya kita punya potensi itu,” tegasnya. [Humas SCU/Hil]